Total Tayangan Halaman

Senin, 02 April 2012

Menyikapi Tertundanya Kenaikan BBM di Indonesia

Beberapa waktu yang lalu kita digemparkan dengan isu keputusan dari Pemerintah yang akan menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM di Indonesia yang sempat menjadi pro dan kontra dalam kalangan masyarakat. Ada yang mengatakan keputusan pemerintah untuk menaikkan harga BBM dari Rp 4.500/ liter menjadi Rp 6.000/ liter. Namun, tidak sedikit orang atau bahkan lembaga yang dengan tegas menolak keputusan pemerintah itu. Bukan tanpa alasan, melainkan karena banyak orang melihat ketimpangan dan ketidakbenaran dalam penjelasan perhitungan yang dilakukan oleh pemerintah. Bukanlah kesalahan perhitungan yang dilakukan pemerintah, melainkan kesalahan pemberian pemahaman kepada msyarakat yang mengatakan bahwa "NEGARA MENGALAMI KERUGIAN BESAR YANG MEMBUAT KERUGIAN BESAR DALAM APBN". Sehingga semua orang menilai bahwa Pemerintah benar dalam hal ini karena sebelumnya perhitungan harga Premiumm sebesar Rp.5.900/ liter dijual dengan harga Rp 4.500/ liter yang membuat Pemerintah merugi Rp 1.400/ liter sebelumnya yang kemudian dikatakan dengan kenaikan harga BBM menjadi sekitar Rp 7.000/liter. Ditambah lagi alasan bahwa pemakaian BBM Bersubsidi sudah terlalu besar dikarenakan penggunaan BBM bersubsidi yang tidak tepat sasaran. Tentu semua alasan itu menjadi pertimbangan kesetujuan sebagian masyarakat yang juga diiming-imingi nantinya akan ada bantuan-bantuan kepada masyarakat dan juga peningkatan pendidikan dan pemberdayaan ekonomi oleh Pemerintah.

Pertama saya akn menyoroti bentuk perhitungan harga BBM yang saya kutip dari perhitungan bapak Kwik Kian Gie (Mantan Menteri Ekonomi) sevagai berikut :

Harga bensin premium yang Rp. 4.500 per liter sekarang ini ekuivalen dengan harga minyak mentah sebesar US$ 69,50 per barrel. Harga yang berlaku US$ 105 per barrel. Lantas dikatakan bahwa pemerintah merugi US$ 35,50 per barrel. Dalam rupiah, pemerintah merugi sebesar US$ 35,50 x Rp. 9.000 = Rp. 319.500 per barrel. Ini sama dengan Rp. 2009, 43 per liter (Rp. 319.500 : 159). Karena konsumsi BBM Indonesia sebanyak 63 milyar liter per tahun, dikatakan bahwa kerugiannya 63 milyar x Rp. 2009,43 = Rp. 126,59 trilyun per tahun. Maka kalau harga bensin premium dipertahankan sebesar Rp. 4.500 per liter, pemerintah merugi atau memberi subsidi sebesar Rp. 126,59 trilyun. Uang ini tidak dimiliki, sehingga APBN akan jebol.
Pikiran yang didasarkan atas perhitungan di atas sangat menyesatkan, karena sama sekali tidak memperhitunkan kenyataan bahwa bangsa Indonesia memiliki minyak mentah sendiri di dalam perut buminya.
Pengadaan BBM oleh Pertamina berlangsung atas perintah dari Pemerintah. Pertamina diperintahkan untuk mengadakan 63 milyar liter bensin premium setiap tahunnya, yang harus dijual dengan harga Rp. 4.500 per liter. Maka perolehan Pertamina atas hasil penjualan bensin premium sebesar 63.000.000.000 liter x Rp. 4.500 = Rp. 283,5 trilyun.
Pertamina disuruh membeli dari:
Pemerintah
37,7808 milyar liter
dengan harga Rp. 5.944/liter =
Rp. 224,5691tr
Pasar internasional
25,2192 milyar liter
dengan harga Rp. 5.944/liter =
Rp. 149,903 tr
Jumlahnya
63 milyar liter
dengan harga Rp. 5.944/liter =
Rp. 374,4721 tr
Biaya LRT
63 milyar liter @Rp. 566

Rp. 35,658 tr
Jumlah Pengeluaran Pertamina
Rp. 410,13 tr
Hasil Penjualan Pert
63 milyar liter @ Rp. 4.500

Rp. 283,5 tr
PERTAMINA DEFISIT/TEKOR/KEKURANGAN TUNAI
Rp. 126,63 tr.
Tabel di atas menunjukkan bahwa setelah menurut dengan patuh apa saja yang diperintahkan oleh Pemerintah, Pertamina kekurangan uang tunai sebesar Rp. 126,63 trilyun.
Pemerintah menambal defisit tersebut dengan membayar tunai sebesar Rp. 126,63 trilyun yang katanya membuat jebolnya APBN, karena uang ini tidak dimiliki oleh Pemerintah.
Ini jelas bohong di siang hari bolong. Kita lihat baris paling atas dari Tabel denga huruf tebal (bold), bahwa Pemerintah menerima hasil penjualan minyak mentah kepada Pertamina sebesar Rp. 224,569 trilyun. Jumlah penerimaan oleh Pemerintah ini tidak pernah disebut-sebut. Yang ditonjol-tonjolkan hanya tekornya Pertamina sebesar Rp. 126,63 trilyun yang harus ditomboki oleh Pemerintah.
Kalau jumlah penerimaan Pemerintah dari Pertamina ini tidak disembunyikan, maka hasilnya adalah:
• Pemerintah menerima dari Pertamina sejumlah
Rp. 224,569 trilyun
• Pemerintah menomboki tekornya Pertamina sejumlah
(Rp. 126,63 trilyun)
• Per saldo Pemerintah kelebihan uang tunai sejumlah
Rp. 97,939 trilyun
Perhitungan selengkapnya dapat di-download di sini.
TEMPATNYA DALAM APBN
Kalau memang ada kelebihan uang tunai dalam Kas Pemerintah, di mana dapat kita temukan dalam APBN 2012 ?
Di halaman 1 yang saya lampirkan, yaitu yang dirinci ke dalam :
• Pos “DBH (Dana Bagi Hasil) sejumlah
Rp. 45,3 trilyun
• Pos “Net Migas” sejumlah
Rp. 51,5 trilyun
• JumlahnyaRp. 96,8 trilyun
Ini dapat anda lihat dalam website beliau di www,kwikkiangie.com

Melalui perhitungan itu dan kejelasan di website beliau, saya yakin anda bisa menyimpulkan sendiri tentang ketidak rugian sebenarnya dengan penekanan UUD 1945 pasal 33  yang mengatakan bahwa Sumber daya alam dikelola oleh pemerintah untuk kepentingan masyarakat, jadi bukan mengeruk keuntungan sehingga pemerintah harus untung atas penjualan BBM sehingga perhitungan penjualan hasil bumi dianggap milik negara keseluruhan.

Kemudian dengan alasan akan memberikan bantuan dan pengelolaan pendidikan dengan baik pemerintah seperti bermaksud mengalihkan subsidi BBM kepada peningkatan pemberdayaan masyarakat. Sepertinya sesuatu yang sangat menjanjikan kehidupan yang lebih baik lagi dalam masyarakat. Tetapi mari tinjau kembali kondisi pelaksanaan program pemerintah terlebih dahulu. Pertama, dari segi pendidikan. Apakah pemerintah sudah dengan baik melaksanakan program Pendidikan yang terkenal MAHAL dan TIDAK MENYELURUH. Kemudian ukur dari ukuran bahwa pemerintah telah mencanangkan 20% APBN akan disalurkan untuk pendidikan, kenyataannya semua itu seperti hanya omongan belaka dan tidak terlihat, justru yang terlihat banyak pembangunan dan perawatan sekolah yang terbengkalai dan tidak terurus. Apakah itu yang disebut sebagai peningkatan PROGRAM PEMERINTAH? Bagaimana mungkin pemerintah berjanji untuk meningkatkan pemberdayaan pemerintah sedangkan program sebelumnya saja tidak terlaksana dengan baik. Alih-alih meningkatkan, itu semua hanya menjadi lahan korupsi kembali bagi para koruptor yang belum tertangkap karena permainan politk semata.
Kemudian janji-janji kedepannya akan diadakan bantuan dan pemberdayaan pemerintah yang saya pikir justru akan menjadi PROYEK BARU bagi para pimpinan yang selalu terbuka bila ada uang tunai yang membuka tangan mereka. Lihat saja begitu banyak ketimpangan dan kebisingan akan berita-berita korupsi yang tiada habisnya, termasuk dalam pemerintahan sendiri. INGAT INDONESIA NEGARA YANG TERKENAL DENGAN KORUPSI! dan belum diberantas demhan sepenuhnya seperti yang dijanjikan oleh Bapak Presiden kita. Kenyataannya sampai sekarang justru kasus korupsi semakin meraja lela dimana-mana.

Maka kembali saya ajak teman-teman untuk menelaah kembali keputusan Sidang Paripurna DPR RI tanggal 31 Maret 2012 yang lalu. Apakah sudah benar dan tidak terjadi ketimpangan dalam perundang-undangan dengan pasal 33 UUD 1945 dan berbagai pasal Migas lainnya. Sebaiknya kita sebagai warga negara dan masyarakat harus kritis dan tanggap dengan apa yang diputuskan pemerintah agar tidak menyengsarakan rakyat indonesia, terutama dengan kondisi perekonomian Indonesia yang masih memiliki 40% lebih rakyat miskin dengan penghasilan dibawah Rp 2.500/hari. Saya tidak bisa membayangkan kondisi seperti ini dan kita hanya memikirkan diri kita sendiri merasa cukup dan bisa memnuhi kebutuhan kita tanpa melihat kepentingan BERBANGSA DAN BERNEGARA. 

Agus Mulyono
Ketua HImpunan Mahasiswa Buddhis Indonesia Cabang Jakarta.
Guru SD di SD Maha Prajna, Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar